Salam Yang Takkan Pernah Pudar

Assalamu'alaikum Wr Wb

Senin, 30 Mei 2011

GODO SETIGI MATARAM

GODO SETIGI MATARAM
“Kyai Semar”

I.Pendahuluan:

      Dalam meninjau kemajuan peradaban suatu suku atau bangsa, maka tidak akan lepas dari kebudayaan suku atau bangsa tersebut. Sementara itu banyak definisi tentang budaya atau kebudayaan, salah satunya adalah: “SUATU USAHA KARSA MANUSIA UNTUK MENGHASILKAN SUATU KARYA”.
     
      Kita bisa melihat peninggalan-peninggalan suatu suku atau bangsa pada saat ini , guna mempelajari dan menilai sampai dimana kemajuan peradaban suku atau bangsa tersebut ketika itu. Sekarang mari kita melihat salah satu contoh peninggalan yang berwujud pusaka .

      Pusaka dalam definisi yang sederhana bisa disebutkan sebagai: ”Suatu benda yang dibuat oleh ahlinya (empu,wali dsb.) dengan atau tidak dengan kekuatan yang ada di dalamnya , yang sengaja dibuat sebagai simbol kekuatan , kejayaan ,kebesaran seta kemuliaan kepada pemiliknya”.

      Sedangkan bahan dasar pembuatan pusaka berasal dari alam dan bisa dibagi menjadi 2 yaitu: 
1.                  Batu
2.                  Kayu

Bila berbahan dasar dari batu , bisa jadi memang benar-benar dari batu , tetapi bisa juga  dari hasil peleburannya yang menghasilkan besi kualitas tinggi untuk menjadi keris ,tombak dan semisalnya.
Sedangkan bila bahan dasarnya dari kayu , tentulah diambilkan dari jenis kayu yang terbaik dan terunggul semisal kayu setigi , seperti yang akan saya jelaskan lebih rinci lagi di bawah ini.

Sementara itu nilai pusaka akan lebih ternilai lagi bila:
a.             Pembuatnya sudah dikenal baik sebagai empu atau wali.
b.            Usia dari benda tersebut sudah tua.
c.             Punya nilai historis pada waktu pembuatannya.













II. Deskripsi.

II.1 Nama :
     
      Sejak awal diberi oleh orang tuanya, pemilik tidak mengetahui nama benda tersebut. Sampai ketika pada tanggal 05 oktober 2010, pemilik  datang ke Keraton Kasunanan Surakarta dan diterima oleh Pengageng Parentah yakni Gusti Puger, guna meminta keterangan ditentang sekitar godo tersebut, Pemilik sempat ditanyakan oleh Gusti Puger; “Apakah pernah bermimpi ditentang benda tersebut?” Jawab Pemilik, “Tidak pernah”.
      Beberapa  hari kemudian, istri pemilik yang juga cucu dalang kondang Kasultanan Yogyakarta “Gondo Suwito”, sempat bermimpi 3 hari berturut-turut ditemui seorang perempuan, yang memintanya untuk  melarung benda tersebut di laut kidul. Dua kali istri pemilik menolaknya.
Kemudian pada mimpi malam ketiga, dia diancam apabila  tidak melakukan perintah di atas, maka akan terjadi hal yang buruk, atau setidaknya benda tersebut dimandikan di laut kidul. Dalam mimpi itu istri pemilik memandikanya di laut kidul. Kemudian yang terjadi adalah timbul “unthuk” dan membentuk gambar “semar” di air laut. Saat ditanyakan, gambar tersebut menjawab bahwa dia adalah “Godo” itu.
      Maka saya sebagai pemilik, baru mengetahui kalau godo itu bernama “Kyai Semar”.


II.2 Bahan :
    
Godo terbuat dari “Kayu Setigi” yang dikenal sebagai “Mbahnya Kayu” .
Kualitas kayunya sangat baik, karena belum pernah ada kayu setigi yang memiliki  ukuran  seukuran dengannya, karena “setigi” termasuk pohon langka,dan kalaupun ada pada saat ini biasanya  kecil-kecil. Dikenal sebagai “setigi lanang”, karena  benda tersebut dibentuk oleh pembuatnya dengan bentuk yoni dan dari warnanya yang hitam coklat kemerahan.



II.3 Usia :

      Kalau ditarik dari silsilah yang dikeluarkan Keraton Kasunanan Surakarta pada tanggal 25 februari 1932 -bisa dilihat pada lembar lampiran atau tulisan di bawah ini-, maka godo tersebut minimal berusia 360-an tahun, karena SISKS Mangkurat Agung mulai memerintah Mataram sesudah Sultan Agung yaitu sekitar tahun 1646 M. Tetapi pada bab III di bawah ini,akan didapat keterangan yang jelas, bahwa usianya lebih dari 400 tahun.



II.4 Ukuran/dimensi :

      Panjang 50 cm.
      Berat 515  gram.
      Lingkar terbesar 5 cm.
      Lingkar terkecil 1 cm.





III. Asal-usul :

      Benda  tersebut didapat dari warisan dari kakek/nenek pemilik yang tinggal di dusun Pedak, Karangwaru, Plupuh, Sragen, yang juga dikenal sebagai lurah disitu.
      Beliau memiliki 3 pusaka: yakni 2 keris “Kyai Pitrang Blambangan dan Kyai Bujel” serta 1 Godo yang diwariskan kepada putri tunggalnya,beliaulah ibu pemilik godo tersebut. Kemudian oleh ibu pemilik diwariskan kepada 3 anak laki-lakinya, dan  salah satunya adalah pemilik.
      Lewat penelusuran silsilah yang dikeluarkan oleh  Keraton Kasunanan Surakarta pada tanggal 25 februari 1932, didapatkan bahwa Mbah buyut pemilik yang juga dikenal dengan sebutan Lurah Mbah Mbandung. nama aslinya adalah:
Raden harjoprayitno putera Raden Harjosentono, yang menurut :

Surat Keterangan nomor :568, C I/I
Raden Harjoprayitno,putera Raden Harjosentono

Menurut Catatan Negara, benar masih keturunan ke-11(sebelas),dari :

Sampeyan Dalem Hingkang Sinuhun Kanjeng
Susuhunan Mangkurat Agung Senopati Ing Ngalaga Mataram Kang Sumare Ing Tegal Arum

dan masih berhak memakai gelar : Raden.


Pemilik meyakini bahwa Godo ini dibuat oleh Kanjeng Sunan Kalijaga, dengan bukti sebagai berikut :
a.       Banyaknya simbol-simbol karakter islam seperti tersebut dibawah ini pada bab V.
b.      Sunan Kalijaga dikenal juga sebagai ahli ukir yang menghasilkan ukiran berbentuk selain hewan dan manusia, dalam hal ini seperti tumbuhan, sedangkan godo tadi berbentuk ukiran belimbingan.
c.       Tokoh wayang “Semar” (termasuk Gareng,Petruk,Bagong) adalah ciptaan Sunan kalijaga asli, Karena tidak  ada dalam naskah Mahabarata Hindu, sedangkan godo itu bernama “Kyai Semar”, sehingga cocok dengan ciptaan Sunan Kalijaga.
d.      Karya seni biasa ditandai oleh karakter si pembuat pada zamannya, misalnya : karya-karya Hindu ditandai dengan patung-patung dewa, karya nasrani ditandai dengan salib, karya muslim ditandai dengan simbol-simbol atau kaligrafi Arab. Pada bagian bawah pegangan ada ukiran berjumlah 15 dan 14, yang bermakna tahun pembuatan Godo ini, yakni tahun 1514 jawa atau 1580 M, yakni 2 tahun sesudah mataram berdiri sebagai kerajaan (1578 M) ketika itu masih di Plered, dimana “Sunan Kalijaga” mempunyai peran di dalamnya- bisa dilihat keterangan di bawah ini -, “artinya Godo itu dibuat 400-500 tahun yang lalu”.

Dengan keterangan tersebut di atas, pemilik meyakini dan menyimpulkan bahwa :

a.       Godo ini dibuat oleh Kanjeng Sunan Kalijaga yang dihadiahkan kepada Panembahan Senopati, sebagai persembahan kepada raja, untuk menjadi                                    “ikon Pusaka Negara” saat berdirinya Mataram sebagai kerajaan. Perlu diingat, Sunan Kalijaga dikenal sebagai “guru spiritual dan orang yang mempunyai hubungan kekeluargaan” dengan Panembahan Senopati.

b.   Setelah melalui proses pewarisan, akhirnya Godo tersebut jatuh ke tangan                          Eyang Buyut pemilik (Raden Harjoprayitno) sebagai keturunan Panembahan       Senopati lewat garis keturunan :

S.I.S.K.S. Mangkurat Agung Senopati Ing Ngalaga
Mataram Kang Sumare Ing Tegal Arum.


IV.Tinjauan magis :

Pemilik pernah membaca di internet, yang menyebutkan bahwa: apabila kayu setigi dibuat berbentuk godo, maka mempunyai makna simbol : “kekuasaan, pengaruh dan rasa aman”.
Sedangkan apabila dilihat sejarah kepemilikannya ke atas, maka didapatkan bahwa semua pemiliknya adalah “orang-orang yang mempunyai kekuasaan, pengaruh dan pengayoman”.



V. Tinjauan makna simbol :
     
      Kalau melihat ukuran dan ukiran yang ada pada Godo tersebut, maka pemilik menafsirkan, menyangka dan menyimpulkan bahwa pembuat Godo tersebut adalah salah satu dari Walisongo dalam hal ini “Sunan Kalijaga” seperti yang sudah dijelaskan di atas. Dan juga dalam ukiran Godo tersebut tersirat simbol- simbol karakter islam, khususnya “Rukun Islam” yaitu Syahadat,Sholat ,Puasa, Zakat dan Haji. Ada juga tersirat pesan awal dan akhir kehidupan manusia, serta isyarat tahun pembuatannya(sudah dijelaskan di atas).
      Walaupun masih banyak yang belum terungkap, tetapi ada bagian-bagian yang sudah dapat ditafsirkan menurut penafsiran pemilik, yakni sebagai berikut :

a.       Bentuk fisik Godo yang menyerupai huruf أ ( Alif ), dimana huruf Alif biasa ditafsirkan الٌله ( Alloh ) yang menghadap ke atas,mempunyai makna : “ Agar ingat kepada Alloh”.
b.      Pengakuan Godo tersebut akan namanya dalam mimpi sebagai “Kyai Semar”, mempunyai makna bahwa tokoh Semar adalah tokoh tertinggi di dunia pewayangan, maka benda tersebut “hanya pantas dimiliki “ orang yang tinggi, baik kedudukannya, tindak tanduknya dan pengayomannya.
c.       Ujung yang menghadap ke atas, berbentuk ukiran seperti mahkota raja, maknanya simbol kedudukan pemilik.
d.      Bentuk ujung yang menghadap ke atas, sepintas juga mempunyai bentuk seperti “puting susu”, maknanya bahwa awal hidup manusia di dunia memerlukannya.
e.       Bentuk ujung bagian bawah, sepintas mempunyai bentuk seperti “pocong bagaian bawah”, maknanya bahwa akhir hidup manusia akan mati.
f.        Lingkaran ujung bagian atas mempunyai diameter 1cm, maknanya syahadat adalah yang tertinggi dalam rukun islam.
g.       Bagian pegangan mempunyai ukuran diameter 2 cm dan 3 cm, maknanya sholat dan puasa harus dipegang erat sesudah menjalani syahadat.
h.       Bagian pemukul yang mempunyai ukuran diameter 4 cm, yaitu pada titik berat dan lengkungnya, mempunyai makna zakat sesudah mampu. Sedangkan pada bagian ini juga mempunyai ukuran terbesar yaitu 5 cm, maknanya haji bila mempunyai kemampuan.
i.         Pada bagian pemukul  mempunyai bentuk ukiran belimbingan, membentuk garis-garis yang berjumlah 17, maknanya orang harus melakukan sholat fardhu 17 raka’at sehari semalam.
j.        Panjang Godo mempunyai ukuran 50 cm, maknanya bahwa awal perintah sholat adalah 50 kali sehari semalam .
k.      Mungkin masih banyak lagi penafsiran makna yang tersembunyi dari pemilik,Allohu a’lam.

Demikian uraian ringkas ditentang Godo tersebut di atas, semuanya pemilik kembalikan kepada Alloh, semoga Godo ini bermanfaat sebagaimana harapan pembuatnya.

Pemilik
        Ir. R . Djatmiko
Harga Penjualan : 1.250 M (nego)
Berminat silahkhan hubungi : 088802783854, 08164277238